[Review] Portrait in Death by J. D. Robb – Perkenalan pertama dengan seri In Death

“Kenyataan sepenuhnya masalah persepsi.”


Judul asli: Portrait in Death
Judul terjemahan: Potret dalam Kematian
Seri: In Death / Dalam Kematian (Buku ke-16)
Pengarang: J. D. Robb
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: November, 2012
Tebal buku: 584 halaman
Format: Paperback
Genre: Romance-Mystery
ISBN: 978-979-22-9039-4

Aku lumayan sering melihat beberapa novel karangan J. D. Robb berseliweran di Pesta Buku Gramedia tahun lalu. Selain karena sedang asik menikmati buku-buku Agatha Christie (sekarang pun masih), aku sempat menunda membawanya ke kasir. Hingga di penghujung tahun, saat sudah datang ke sana dan enggan kembali dengan tangan kosong, aku pun mencoba mewarnai bacaan kriminalku melalui buku-buku J. D. Robb ini. Aku tidak membuka Goodreads, tidak mengecek reviewnya di Google, dan aku pun tidak berharap banyak. Oleh karenanya, saat itu aku sama sekali belum tahu jika penulis romance Nora Robert menggunakan pseudonym J. D. Robb untuk buku-bukunya yang bernuansa criminal ini.

Diantara beberapa pilihan judul yang ada, aku mengambil Portrait in Death yang rupanya merupakan buku ke-16 dari seri In Death/Dalam Kematian. Aku memilih buku ini karena (sepertinya) saat itu aku terkesan dengan blurbnya meski kaver coklatnya kurang membiusku. Seseorang membunuh dan mengabadikan wajah korbannya melalui foto. Ingatanku merujuk kepada post mortem foto yang sebelumnya pernah kubaca di Google. Dan memang hal tersebut disinggung sedikit di dalam buku ini. Singkatnya, aku sudah bisa menebak jika ini buku misteri pembunuhan dilengkapi dengan penyelidikan, pengungkapan kasusnya. Namun aku tidak bisa menebak apa saja yang penulisnya karang sehingga buku ini bisa menjadi setebal 583 halaman.

Satu hal yang kemudian mengejutkanku ketika membacanya adalah latar waktu yang digunakan. Portrait in Death tidak menggunakan setting masa lalu atau masa kini, namun masa depan. Meski demikian, alurnya bergerak maju dan memakai sudut pandang orang ketiga. Rasanya nyaman membacanya karena bisa memahami karakternya dari sudut pandang yang tidak terbatas (dan objektif). Awalnya memang perlu beradaptasi (terlebih bagi yang baru bersinggungan dengan seri In Death, sepertiku). Beberapa teknologi canggih dan bagaimana para tokoh menyebutnya hingga karakter si tokoh utama dan caranya berinteraksi sempat membuatku berusaha penuh untuk mencernanya. Alhasil, ada beberapa saat aku menutup buku ini, memberi jeda dalam membacanya. Namun setelah proses adaptasi itu selesai, aku menyukai dan menikmati membaca buku ini.

Seperti yang telah kusinggung sebelumnya, buku ini bercerita tentang seseorang yang melakukan pembunuhan terhadap beberapa orang lainnya. Cara yang digunakannya unik. Setelah membunuh, dia memotret korbannya dan hasil fotonya sangat bagus seperti karya fotografer professional. Foto-foto tersebut lalu dikirim ke salah satu channel berita melalui seorang reporter di sana. Letnan Eve Dallas (tokoh utama) mencoba mengungkap kasus tersebut. Dia harus berpacu dengan waktu karena si pembunuh mulai melakukan aksi berikutnya. Selain itu, ada beberapa masalah pribadi (kehidupan rumah tangganya) yang juga harus dibereskan. Bagaimana Eve melalui itu semua? Apakah dia berhasil mengungkap identitas si pembunuh? Berapa banyakkah korban yang jatuh?

Satu hal yang juga menarik dari buku ini (selain tentang dunia hukum dan kepolisian) adalah tentang fotografi. Di sini ada beberapa ilmu tentang fotografi yang asik untuk disimak. Ada deskripsi dan gambaran melalui karakter tokoh yang membuat fotografi merupakan bagian dari seni. Pun begitu pula dengan gambaran orang-orang yang menekuninya. Aneka macam karakter dibentuk oleh J. D. Robb tentang orang-orang yang menekuni bidang ini. Pastinya (jika bisa kutebak) ia melakukan beberapa riset dalam menulis buku ini.

Lebih lanjut mengenai tokoh-tokoh di dalam buku ini, tentunya sang Letnan Eve Dallas terlihat menonjol karena dia memang tokoh utama. Eve digambarkan sebagai seorang penyidik utama dari Divisi Pembunuhan (eh, maaf aku lupa nama divisinya). Hal ini memberikan sesuatu yang berbeda karena melihat penyelesaian dari sisi seorang polisi bukan detektif. Kasus-kasus memang sudah sewajarnya datang dan harus segera diselesaikan. Eve sendiri memiliki karakter yang tegas, keras, mengintimidasi, dan mampu mengambil keputusan dengan cepat. Dia pun memiliki dedikasi terhadap pekerjaan dan dapat diandalkan.

Di sisi lain, Eve tetaplah seorang perempuan. Ada bagian dirinya yang merasa insecure terhadap perlakuan Roarke (suaminya). Bukan, Roarke sama sekali bukan tokoh yang menjengkelkan. Sebaliknya, dia seperti too good to be true. Maksudnya, suami Eve tersebut merupakan pria yang tampan, kaya raya, dan cerdas. Namun, di sisi lain, dia juga memiliki keahlian yang bila digunakan dapat membuatnya melanggar hukum dan menjadi penjahat hebat. Hal tersebut bearasal dari tempaan kehidupannya yang keras di masa lalu. Kombinasi Pangeran dan Bad Boy, gitu, deh, hehe. Terlepas dari hal tersebut, Roarke merupakan salah satu tokoh lainnya yang menonjol di dalam buku ini.

Ini memang perkenalan pertamaku dengan seri In Death sekaligus kali pertama mencicipi tulisan J. D. Robb a.k.a Nora Roberts. Jika diberi kesempatan bertemu langsung dengan penulisnya, mungkin aku akan mengajukan beberapa pertanyaan. Ya, beberapa diantaranya sebenarnya bisa diajukan ke Google (yang biasanya tahu banyak hal). Misalnya seperti mengapa dia memakai nama samaran? Mengapa nama samarannya itu nama laki-laki (jadi ingat J. K. Rowling dengan Robert Galbraith-nya)? Lalu aku juga ingin tahu apa yang menginspirasinya menulis novel kriminal atau membuat seri In Death? Dan apa suka dukanya selama menulis novel ini?

Secara singkatnya ini novel misteri yang menarik. Kasus pembunuhan dan setting-nya juga unik karena di masa depan (jadi agak berlawanan dengan karya Agatha yang juga kusukai). Agaknya si penulis ingin memberi ciri khas tersendiri, Dan aku juga suka karakter Eve dan di sini ada pemeran pembantu yang menarik juga (bocoran: namanya Hastings). Aku jadi ingin membaca dan mengoleksi seri In Death lainnya. Entahlah, kalau melihat bacaan berseri yang disukai, aku jadi begini. Bawaan ingin punya lengkap selengkapnya, haha.

Oh, ya, review ini tidak dilengkapi dengan kutipan manis yang biasanya kutemukan. Entahlah, sepertinya sudah mulai jarang aku mengutip padahal buku ini lumayan tebal. Namun pastinya aku mengikutsertakan review ini ke beberapa reading challenge (RC) yang sudah sejak awal tahun lalu aku ikuti. Salah satunya untuk Monday Flash Fiction Reading Challenge 2017.

Aku memang suka ikut RC. Salah satunya karena bisa membuatku semangat membabat timbunan dan produktif membuat review-nya. Aku pun merasa senang MFF mengadakan RC selama setahun penuh dan bisa mengikutinya hingga bulan ini (meski sudah pernah absen tiga kali, hihi). Anyway, MFF RC mempunyai aturan main sendiri dimana setiap bulan, admin akan memberikan tema tertentu. Selain itu, RC ini juga memakai sistem poin yang terus diakumulasikan hingga penghujung tahun atau RC ini selesai. Tema-tema yang ditawarkan menarik meskipun ada beberapa yang “ajaib”.

Namun jika boleh berkomentar lebih, tema-tema yang ditawarkan tersebut sayangnya tidak penuh dalam 12 bulan atau setahun. Ada dua bulan (kalau tidak salah) yang terlewat tanpa tema. Dan seringnya jadi greget menunggu temanya datang karena kemunculan tema ini sering random (tidak di tanggal tertentu atau awal bulan misalnya). Mungkin jika diadakan kembali tahun depan, tema-tema tersebut bisa diungkap di awal tahun. Atau jika memang sebagai kejutan per bulannya, semoga kemunculan temanya di waktu/tanggal yang sama sehingga peserta punya waktu yang cukup untuk memilih buku dan ikutan. Hehe, begitu, sih, menurutku. Selebihnya terimakasih untuk MFF dan admin yang pastinya sudah sebaik mungkin meng-host RC ini plus membuat rekapan akumulasi poinnya.

Baiklah, sekian dulu review kali ini. Portrait in Death adalah buku ke-24 yang berhasil kutamatkan di tahun ini. Target yang kupasang (juga di Goodreads) adalah 25 buku. Yup, tinggal satu buku lagi maka target bacaku sukses tercapai. Haha, masih terlalu awal untuk senang. Semoga bisa terpenuhi dengan baik. Bagaimana dengan target baca kalian? Silakan share melalui komen di bawah ini, ya. Selamat membaca, teman. :D 

Rating: (3/5) liked it
Submitted to:

Comments

Popular posts from this blog

7 Alasan Memilih dan Membeli Buku Bacaan

[Review] The Silmarillion by J.R.R Tolkien – Sebuah riwayat yang panjang

[Review] Cewek Paling Badung di Sekolah by Enid Blyton – Asal mula Elizabeth dikirim ke Whyteleafe